
JAKARTA, ALIYUSUFLAW.COM — Ny. Roekiyem Soepratijah, kakak pertama Wage Rudolf Soepratman memiliki peran penting dalam perjuangan hidup dan karier adiknya setelah
orang tua mereka meninggal dunia pada tahun 1914.
Wage Rudolf Soepratman merupakan pahlawan nasional Indonesia yang memberikan kontribusi besar bagi kemerdekaan bangsa Indonesia melalui karyanya, dengan menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
“Lagu ini menjadi simbol persatuan dan semangat kebangsaan bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Indraputra anggota Yayasan Wage Rudolf Soepratman bidang hubungan masyarakat, kepada wartawan, Rabu (14/8/2024).
Indraputra mengatakan, Ny. Roekiyem Soepratijah adalah kakak tertua dari Wage Rudolf Soepratman memiliki peran penting dalam perjalanan hidup dan karir dari Wage Rudolf Soepratman.
Ny. Roekiyem Soepratijah menekankan sesama keluarga besar ahli waris dan keturunan Wage Rudolf Soepratman, harus peduli akan pentingnya sejarah perjuangan bangsa Indonesia dengan menghormati para pahlawan, dan menjaga warisan sejarah agar tidak terlupakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Indraputra menceritakan, ibunda Wage Rudolf Soepratman telah meninggal dunia, ketika Wage Rudolf Soepratman masih duduk di bangku sekolah dasar. Ketika itu usia Wage Rudolf Soepratman saat ditinggal ibunya masih sekitar usia 11 tahun.
“Kemudian pada tahun 1914-1924 Wage Rudolf Soepratman dibawa ke Makasar oleh ibu Roekiyem Soepratijah (kakak tertua Wage Rudolf Soepratman) yang bersuamikan Van Eldik untuk tinggal bersama mereka, dibesarkan dan dibimbing serta diberi dukungan dalam pendidikan dan seni,” katanya.
Sosok Antony C Hutabarat
Sementara itu, anggota Yayasan Wage Rudolf Soepratman bidang pendidikan, Indah Imelda mengatakan, ayah dan ibunya yakni bapak Anthony C Hutabarat dan Ibu Augustiani menjadi salah satu keluarga yang paling dekat dengan kakak-kakak dari Wage Rudolf Soepratman.
Ibu Augustiani merupakan cucu Ny. Ngadini Soepratini, kakak ke lima dari Wage Rudolf Soepratman. Sejak tahun 1970, Augustiani dan suami sudah sering berkunjung ke rumah ibu Roekiyem Soepratijah di Jl Veteran I no 2 Jakarta.
“Karena saat itu beliau (Roekiyem Soepratijah) adalah satu-satunya mbah buyut yang masih hidup dan tidak pernah absen dikunjungi oleh ayah dan ibu saya di saat hari lebaran,” ujarnya.
Imelda menuturkan, ketika dirinya masih kecil, selalu diajak ayah dan ibunya mengunjungi Roekiyem. Imelda mengenang masa lalu yang indah bagaimana ketika dia bersama saudara-saudarinya diajak ayah dan ibunya mengunjungi kakak tertua Wage Rudolf Soepratman, baik ketika di Jakarta dan juga di Surabaya.
“Masih dalam ingatan kami sebagai anak-anaknya setiap kami berkunjung ke rumah cicit buyut kami, selalu disuguhkan macam-macam kue dan suka jajan ice cream italy
“Ragusa” yang letaknya berderetan dengan rumah ibu Roekiyem,” kenang Imelda.
Katanya, kedekatan dan tali silahturahmi keluarga Augustiani dan Antony C Hutabarat di tahun 1971 membuat ibu Roekiyem memberi amanah kepada mereka berdua untuk
meluruskan sejarah dan riwayat hidup Wage Rudolf Soepratman. Amanah diberikan Ny.
Roekiyem Soepratijah karena Ia merasa hanya ibu Augustiani dan suaminya memilki kepedulian terhadap Wage Rudolf Soepratman dan mampu melaksanakan amanahnya. Imelda menceritakan, pada tahun 1978 Ny Roekiyem sudah terlebih dahulu dipanggil Tuhan.
Namun ayah dan ibunya itu tetap bertekad untuk berjuang menjalankan amanahnya. Wage Rudolf Soepratman merupakan anak ke tujuh dari sembilan bersaudara dari pasangan Sersan Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen.
“Orang tua kami bapak Anthony C Hutabarat dan Augustiani cucu Ny. Ngadini Soepratini, kakak ke lima dari Wage Rudolf Soepratman yang menerima amanah dari kakak tertua Wage Rudolf Soepratman, Ny. Roekiyem Soepratijah,” kata Imelda.
Imelda mengatakan, amanah untuk meluruskan sejarah dan riwayat hidup Wage Rudolf Soepratman itu diberikan oleh Ny. Roekiyem Soepratijah setelah 33 tahun Wage Rudolf Soepratman meninggal dunia pada tahun 17 Agustus 1938.
Amanah itu diberikan kepada orang tuanya, karena setelah meninggal Wage Rudolf Soepratman ada yang mengakungaku sebagai jandanya, padahal selama hidupnya Wage Rudolf Soepratman tidak pernah menikah.
“Ny. Roekiyem Soepratijah memberikan amanah kepada orang tua kami itu pada tahun 1971 di rumahnya Jl Veteran 1 no 2 Jakarta Pusat, tepatnya 33 tahun setelah Mbah Wage
Rudolf Soepratman meninggal dunia,” ujarnya.
Imelda menuturkan, sepanjang hidup Wage Rudolf Soepratman memang belum terungkap dengan jelas. Menurutnya, alasan kenapa Ny. Roekiyem Soepratijah memberikan amanah kepada Anthony C Hutabarat dan Augustiani, karena merekalah yang terlihat peduli terhadap Wage Rudolf Soepratman seperti salah satunya sering mengunjungi kakak Wage Rodolf Soepratman yang masih hidup di era tahun 1970.
“Kami bersyukur dan merasa bangga orang tua kami telah mampu melaksanakan amanahnya,” katanya.
Imelda menuturkan, amanah tersebut diberikan atas dasar kesedihan yang teramat dalam dari hati seorang kakak tentang simpang siurnya sejarah riwayat kehidupan Wage Rudolf Soepratman yang merupakan adik kesayangannya Ny. Roekiyem Soepratijah.
Di antara isi amanah itu yang harus diluruskan itu di antaranya bahwa Wage Rudolf Soepratman lahir di Jatinegara, 9 Maret 1903, Wage Rudolf Soepratman anak ketujuh dari sembilan bersaudara, Wage Rudolf Soepratman tidak memiliki istri, tidak punya anak ataupun anak angkat sampai akhir hidupnya, Wage Rudolf Soepratman beragama Islam, Wage Rudolf Soepratman orang Indonesia asli, Wage Rudolf Soepratman meninggal 17 Agustus 1938 di Surabaya, tepatnya di rumah milik kakak tertuanya di Jalan Mangga nomor 21, Wage Rudolf Soepratman wafat dan dimakamkan di Surabaya.
“Menemukan makam ayah dan ibunya Wage Rudolf Soepratman di Pemalang merupakan perjuangan orang tua kami,” katanya.
Imelda menjelaskan, jika ada yang bertanya kenapa ada nama Rudolf? Nama tersebut merupakan nama yang diberikan atas kesepakatan Ny. Roekiyem Soepratijah dan Van Eldik. Agar Wage Rudolf Soepratman dapat bersekolah di sekolah non pribumi.
“Karena pada masa itu hanya sekolah tersebut yang mutu pendidikannya dianggap bagus,” katanya.
Imelda memastikan ketika itu tahun 1971 tidak mudah menjalankan amanah untuk meluruskan sejarah dan riwayat hidup pencipta lagu Kebangsaan Republik Indonesia ini. Di mana pada tahun itu belum ada alat komunikasi dan mahalnya tranportasi darat dan udara untuk melakukan penelusuran riwayat hidup sang pahlawan.
“Sambil membiayai kami anak-anaknya, orang tua kami tetap berjuang melaksanakan amanah meluruskan sejarah dan riwayat hidup Wage Rudolf Soepratman,” katanya.
Indah merinci perjuangan nyata kedua orang tuanya dalam melaksanakan amanah itu di antaranya:
- Membuat bagan silsilah keluarga besar Wage Rudolf Soepratman yang ditandatangani oleh pengendalian Negeri Jakarta. Sebelum membuat silsilah, Antony C Hutabarat, memulainya dengan mencari, menemukan, dan mengumpulkan keluarga besar keturunan kakak, adik Wage Rudolf Soepratman.
- Mendirikan Yayasan Wage Rudolf Soepratman di Tahun 1999.
- Membuktikan kepada pemerintah bahwa Wage Rudolf Soepratman lahir di Jatinegara, 9 Maret 1903 dengan status tidak menikah, tidak punya istri, tidak punya anak, maupun anak angkat sampai akhirnya hidupnya. Penghargaan bintang Mahaputra Anumerta untuk Wage Rudolf Soepratman ditarik kembali oleh negara dari oknum yang mengaku sebagai istri Wage Rudolf Soepratman selama ini.
- Penerbitan dan pencetakan uang Rp 50.000 bergambar Wage Rudolf Soepratmanoleh Bank Indonesia, di mana pihak bank Indonesia telah melakukan penelusuran dan penelitian serta tabel serta bertemu dengan Anthony C Hutabarat.
- Karena Antony C Hutabarat dapat memberikan bukti-bukti kepada tim kuasa hukum Bank Indonesia tentang kuasa ahli waris yang sah masih hidup saat ini, maka penerbitan dan penetapan uang Rp 50.000 yang ditandatangani langsung oleh ibu Mardani dan Bapak R Suhendro diberikan kepada Antony C Hutabarat.
- Antony juga telah mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia untuk bantuan dana pemugaran makam Wage Rudolf Soepratman dan museum rumah W. R Soepratman di Surabaya. Permohonan tersebut dikabulkan dan pelaksanaannya dilakukan oleh tim ahli pemulihan pemugaran Surabaya dan mengenai dana bantuan langsung diatur sendiri oleh pihak Bank Indonesia pusat dan Surabaya beserta jajaran pentas Surabaya. “Dalam hal ini kami tegaskan bahwa kami tidak menerima keuntungan apapun dari Bank Indonesia ataupun dari pihak lainnya,” tegas Imelda.
- Atas biaya sendiri Anthony C Hutabarat membuat buku yang berjudul “Meluruskan Sejarah Riwayat Hidup Wage Rudolf Soepratman, Pencipta Lagu Indonesia Raya dan Pahlawan Nasional”. Tujuan buku ini dibuat untuk mencatat semua perjuangan, luruskan sejarah dan sebagai sumber kebenaran tentang Wage Rudolf Soepratman. Buku ini juga dibagikan kepada keluarga besar, kakak adik Soepratman tanpa dipungut biaya.
- Atas biaya sendiri Antony C Hutabarat dan Augustiani menghadiri peresmian pemugaran makam Wage Rudolf Soepratman yang ditandatangani oleh Presiden Megawati dan acara silaturahmi 1000 tokoh nasional di Surabaya yang dipimpin oleh Presiden Megawati.
Sementara itu, panasihat hukum keluarga ahli waris Yayasan Wage Rudolf Soepratman, Ali Yusuf mengatakan, apa yang dilakukan bapak Antony C Hutabarat dan Ibu Augistiani merupakan penghormatan nyata kepada pahlawan nasional.
Apa yang dilakukan keduanya patut diapresiasi, karena telah menyelamatkan generasi muda dari informasi yang menyesatkan tentang pribadi Pahlawan Nasional.
Karena, kata Ali, jika tidak ada tekad kuat dari beliau maka sejarah dan riwayat hidup Pahlawan Nasional Wage Rudolf Soepratman sampai sekarang menjadi tidak jelas. Dengan kegigihan menjalankan amanah, beliau berhasil memperbaiki informasi yang salah, dan melengkapi informasi yang kurang tentang sejarah hidup Wage Rudolf Soepratman.
“Buku dan bagan silsilah keluarga yang dibuat Bapak Antony C Hutabarat merupakan warisan bagi generasi muda yang cinta terhadap literasi sejarah pahlawannya,” katanya.