
Oleh: M. Jaya, S.H., M.H., M.M
Advokat Senior
Dalam memutus perkara yang diajukan kepadanya, Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya dapat melakukan penemuan hukum atau yang dikenal dengan istilah rechtvinding.
Rechtvinding adalah istilah dalam bahasa Belanda yang berarti penemuan hukum. Dalam konteks hukum, rechtvinding mengacu pada proses di mana hakim atau aparat penegak hukum lainnya menemukan hukum yang relevan untuk diterapkan pada kasus konkret.
Proses ini melibatkan interpretasi dan penyesuaian peraturan hukum agar sesuai dengan situasi spesifik yang dihadapi dalam suatu perkara.
Kewenangan dalam Rechtvinding
Hakim memiliki peran penting dalam menemukan dan menerapkan hukum yang sesuai dengan fakta serta kondisi konkret suatu perkara. Kewenangan untuk melakukan rechtvinding biasanya berada pada hakim atau pengadilan, di mana mereka dapat:
- Menafsirkan peraturan hukum yang berlaku.
- Menyesuaikan aturan hukum dengan kondisi spesifik kasus tertentu.
- Mengisi kekosongan hukum dalam kasus yang tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan tertulis.
Meskipun hakim tidak memiliki kewenangan untuk membuat hukum baru yang berlaku secara umum (karena itu adalah kewenangan legislatif), mereka tetap dapat menyesuaikan dan menafsirkan hukum yang ada guna mencapai keadilan dalam kasus tertentu.
Situasi yang Membutuhkan Rechtvinding
Rechtvinding menjadi penting terutama dalam kondisi berikut:
- Tidak ada aturan hukum tertulis yang secara langsung mengatur kasus tertentu.
- Aturan hukum yang ada tidak lengkap atau tidak jelas, sehingga memerlukan interpretasi lebih lanjut.
- Dibutuhkan penyesuaian hukum dengan perkembangan sosial dan nilai-nilai keadilan yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam proses ini, hakim tidak hanya mengaplikasikan hukum tertulis secara mekanis tetapi juga melakukan penafsiran dan adaptasi hukum agar sesuai dengan situasi konkret dari kasus yang sedang ditangani.
Rechtvinding dan Yurisprudensi
Putusan yang didasarkan pada rechtvinding dapat menjadi bagian dari yurisprudensi, terutama jika perkara tersebut diajukan dalam upaya hukum lanjutan seperti banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Syarat Putusan Menjadi Yurisprudensi
Putusan yang dapat menjadi yurisprudensi umumnya berasal dari Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Putusan ini dapat digunakan sebagai referensi dalam menyelesaikan kasus-kasus serupa di masa mendatang.
Adapun kriteria putusan yang menjadi yurisprudensi antara lain:
- Konsistensi → Putusan tersebut diambil berdasarkan asas hukum yang konsisten.
- Kepentingan Umum → Putusan memiliki relevansi tinggi dan berdampak luas.
- Teruji Waktu → Putusan telah lama digunakan dan diakui sebagai pedoman oleh pengadilan lainnya.
Di Indonesia, yurisprudensi sering dirujuk oleh hakim dalam memutus perkara yang memiliki kesamaan dengan kasus sebelumnya, terutama jika tidak ada aturan hukum yang secara tegas mengaturnya.
Rechtvinding adalah proses penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam rangka menerapkan hukum yang relevan pada kasus tertentu. Proses ini penting terutama dalam kondisi di mana tidak ada aturan tertulis yang jelas atau diperlukan interpretasi lebih lanjut guna mencapai keadilan.
Putusan hakim yang berdasarkan rechtvinding dapat berkembang menjadi yurisprudensi, yang nantinya menjadi pedoman dalam penyelesaian kasus serupa di masa depan.
Dengan demikian, rechtvinding berperan dalam menjaga keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan dalam sistem peradilan.