Argumentasi Hukum dr Aris Yudhariansyah: Harus Dibebaskan dari Dakwaan Tipikor

dr. Aris Yudhariansyah
dr. Aris Yudhariansyah

JAKARTA — Pembacaan pembelaan (pledoi) dr. Aris Yudhariansyah, terdakwa korupsi alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumatera Utara (Sumut) Tahun Anggaran 2020, menjadi viral di media sosial.

Dalam pembelaannya, dr. Aris menyatakan bahwa tidak ada satu pun fakta dan saksi yang dihadirkan di persidangan yang membuktikan bahwa ia menerima uang sebesar Rp 700 juta dari proyek APD, seperti yang dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Tidak ada fakta dan bukti saya menerima uang tersebut,” kata Aris saat menyampaikan pembelaannya baru-baru ini.

Sebelum menjadi terdakwa, dr. Aris Yudhariansyah menjabat sebagai Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.

Selama masa pandemi, dr. Aris juga pernah menjadi juru bicara (jubir) Satgas Covid Sumut yang aktif menyampaikan informasi mengenai Covid-19 dan cara menangani orang yang terjangkit virus tersebut.

Dalam perkara ini, Aris berperan sebagai Pejabat Pembuat Teknis Kegiatan (PPTK) Covid-19, yang tidak memiliki hubungan langsung dengan penyedia APD.

“Sebagai PPTK, saya hanya memastikan APD sampai kepada dokter dan tenaga kesehatan. Saya berusaha agar teman-teman yang bekerja di rumah sakit bisa melindungi diri mereka dan pasien,” ujarnya.

Aris mengaku sedih karena dedikasinya dalam melindungi nyawa manusia justru berujung pada statusnya sebagai tersangka korupsi. Ia menyatakan akan menerima dakwaan Jaksa Penuntut Umum jika terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

“Selama persidangan, tidak ada fakta dan bukti yang menunjukkan saya korupsi. Maka, dalam kondisi ini, saya mengadukan kesusahan dan kesedihan ini hanya kepada Allah. Sesungguhnya, Dia sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Ali Yusuf dari kantor hukum ALYLAW.135.8, yang pernah mendampingi proses pemeriksaan dr. Budi Sylvana di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi pengadaan 5 juta set APD di Kementerian Kesehatan, menyesalkan penetapan tersangka terhadap pejuang kemanusiaan.

Menurutnya, tidak seharusnya orang yang telah berupaya menyelamatkan nyawa manusia dijadikan tersangka atas tuduhan yang tidak pernah dilakukannya.

Terkait fenomena yang terjadi saat ini, Ali Yusuf mengutip pendapat Marcus Tulius Cicero, seorang filsuf dan pengacara terkemuka dari bangsa Romawi, yang mengatakan, “Salus Populi Suprema Lex Esto,” yang artinya “keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi.”

Jadi, ketika ada situasi darurat, antara pilihan keselamatan manusia dan ketaatan pada hukum, maka pilihan menurut Cicero adalah keselamatan manusia.

“Pendapat Marcus Tulius Cicero ini pernah disampaikan oleh Presiden Jokowi dan Menteri Mahfud MD ketika masa pandemi Covid-19 agar kita bersama-sama melawan Covid-19 demi menyelamatkan nyawa manusia,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu (8/3/2025).

Pada kesempatan ini, Ali menyesalkan sikap negatif seakan tidak peduli terhadap orang-orang yang telah berkorban demi menyelamatkan nyawa manusia. Seharusnya, pemerintah dapat mempertimbangkan kerugian negara selama pandemi tidak diselesaikan melalui jalur litigasi.

“Jika pengadaan APD ini tujuannya demi menyelamatkan nyawa manusia, mengapa harus dipertanyakan kerugian negara?” tanya Ali.

Ali memastikan bahwa selama pandemi, setiap negara telah kehilangan anggaran dalam misi penyelamatan nyawa manusia yang terkena Covid-19. Namun, hanya di Indonesia, orang yang mendedikasikan diri dalam kemanusiaan melawan Covid-19 dipidana.

“Padahal, sudah ada UU Penanganan Covid-19 yang tidak mempersoalkan kerugian negara selama uang itu digunakan untuk menangani Covid-19,” katanya.

Ali menjelaskan bahwa setiap pejabat negara tidak bisa dipidana dalam kasus ini. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 ayat 1 dan 2 UU No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, yang selanjutnya disingkat “UU Penanganan Covid-19”.

Pasal 27 ayat 1 berbunyi, “Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara, termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara, termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.”

Pasal 27 ayat 2 berbunyi, “Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Selain mengutip UU Covid-19, sebagai bentuk simpati terhadap dr. Aris yang telah menjadi terdakwa dalam perkara ini, Ali juga mengutip Pasal 48 KUHP. Bahwa pengadaan APD dilaksanakan dalam keadaan memaksa faktor alam (darurat) Covid-19 tidak dapat dipidana.

“Sudah jelas di Pasal 48 KUHP. Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dapat dipidana,” katanya.

Dalam kesempatan ini, Ali meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan mengevaluasi semua proses hukum yang dialami oleh para pejuang kemanusiaan melawan pandemi Covid-19. Presiden dapat meminta penegak hukum untuk menghentikan semua proses hukum yang terjadi selama pandemi.

“Dalil presiden untuk menghentikan proses hukum yang terjadi selama pandemi bisa diambil dari tujuan hukum, yakni asas manfaat dan keadilan,” katanya.

Selain menyampaikan argumentasi yuridis sebagai bentuk pembelaan terhadap orang-orang yang ditersangkakan karena menjalankan pengadaan barang dan jasa, Ali juga menyampaikan pendapat dari Imam Syafi’i yang sangat menghormati profesi dokter sebagai orang yang berikhtiar menyelamatkan nyawa manusia. Bagi Imam Syafi’i, ilmu kedokteran sangatlah penting.

Dalam salah satu pernyataannya, sebagaimana disampaikan oleh Abdurrahman bin Abi Hatim ar-Razi dalam Adab al-Syafi’i wa Manaqibuhu, Imam Syafi’i menyebutkan:

“Saya tidak mengetahui ilmu yang paling bagus setelah ilmu terkait halal haram (fikih) selain kedokteran.”

Terkait pentingnya ilmu kedokteran, menurut Imam Syafi’i juga disampaikan oleh Rabi’ bin Sulaiman. Menurutnya, ia pernah mendengar Imam Syafi’i berkata bahwa:

“Sesungguhnya ilmu itu ada dua: ilmu agama dan ilmu dunia; ilmu agama adalah fikih dan ilmu dunia adalah kedokteran.”

Seperti diketahui, Aris Yudhariansyah merupakan seorang dokter yang selama pandemi Covid-19 aktif melawan virus tersebut. Namun kini, ia telah menjadi pesakitan di pengadilan sebagai terdakwa korupsi APD Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumut.

32 thoughts on “Argumentasi Hukum dr Aris Yudhariansyah: Harus Dibebaskan dari Dakwaan Tipikor”

Leave a Comment