Ali Yusuf, SH
Sahabat Alylaw saya menerima pertanyaan apaka suami bisa dituntut oleh istrinya jika menjual sesuatu barang berharga yang dimilikinya?
Baik sebelum menjawab pertanyaan izinkan saya menyampaikan tentang hak dan kedudukan suami dan istri. Surat An-Nisa ayat 34 dengan tegas menjelaskan seperti apa kedudukan suami atas istrinya.
“Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya….” (QS. An Nisa ayat 34)
Sementara menurut Pasal 31 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan hak dan kedudukan suami dan istri sama. Sehingga tidak boleh suami atau istri merasa lebih unggul di dalam menjalankan rumah tangga.
Pasal 35 ayat 1
“Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.”
Na’am (baik), jika sahabat Alylaw sudah tahu hak dan kedudukan suami dan istri, mari kita mulai masuk ke materi pertanyaan di atas.
Namun, sebelum menjawab pertanyaan izinkan saya bertanya apakah sesuatu yang berharga itu seperti tanah dan bangunan ( rumah, ruko, kontrakan dan lain sebagainya yang memiliki nilai jual) itu merupakan harta bersama atau harta bawaan….?
Harta bersama adalah harta yang didapat selama pernikahan. Sementara harta bawaan adalah harta yang didapat sebelum suami atau istri menikah yang merupakan hasil kerjanya atau warisan dari orang tuannya masing-masing dibawa setelah meikah.
Sahabat Alylaw bisa membaca Pasal 35 UU Tentang Perkawinan pada ayat 1 dan 2. Ketentuan itu menjelaskan tentang harta bersama dan harta bawaan.
Ayat 1
“Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”
Ayat 2
“Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing, sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”
Maka dari itu, harta yang didapat selama pernikahan itu merupakan harta bersama, tidak boleh suami atau istri mengalihkan dengan cara menjual, menghibahkan atau memberikan kepada orang lain tanpa persetujuan suami atau istri.
Hal ini sesuai Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan: “Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.”
Lalu bagaimana caranya jika harta bersama itu sudah dipindah tangankan dengan cara dijual atau diberikan kepada pihak lain tanpa persetujuan suami atau istri?
Pertama tetap tenang dan minta kembali baik-baik harta itu secara kekeluargaan. Namun jika tahap pertama tidak bisa dilalui, suami atau isteri bisa memintanya melalui proses pengadilan (litigasi).
Jadi suami atau istri jika menjual harta bersama tanpa ada persetujuan maka bisa dikenakan sanski pidana dan perdata.
Sanksi Pidana Pasal 372 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.”
Sanksi Perdata Pasal 1365 KUHPerdata yaitu: ”Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.
Bahkan, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 701 K/Pdt.1977, menyatakan bahwa Jual beli tanah yang merupakan harta bersama disetujui pihak istri atau suami, harta bersama yang dijual suami tanpa persetujuan istri atau sebaliknya adalah tidak sah dan batal demi hukum.
“Sertifikat tanah yang dibuat atas jual beli yang tidak sah tidak mempunyai kekuatan hukum.”
Menurut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 92 yang berbunyi: “Suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama.”
Demikian Sahabat Alylaw. Semoga bermanfaat.