Kisah di Balik Somasi Nabi Sulaiman untuk Ratu Balqis

Ali Yusuf SH
Ali Yusuf SH

Oleh: Alylaw.135.8 

Somasi atau sering dikenal dengan surat peringatan prodak seorang advokat untuk meminta dipenuhinya sebuah prestasi Red Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Perlu diketahui bersama, bahwa somasi atau peringatan melalui bahasa tulisan sudah dikenal lama peradaban Islam.

Somasi pertama dibuat oleh Nabi Sulaiman bin Daud AS untuk Ratu Balqis yang isinya seperti diabadikan dalam Alquran Surat An-Naml ayat 30 dan 31 yang artinya:

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (QS. An Naml ayat 30-31)

Jika dilihat dari maknanya, ayat 30 dan 31 adalah peringatan bahwa Allah SWT ada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang dan juga sebuah permintaan dari Raja Sulaiman agar Ratu Balqis yang ketika itu menyembah matahari “mendatanginya dan jangan berlaku sombong”

Sesuai yang berlaku umum di dunia advokat, somasi merupakan sebuah peringatan yang isinya permintaan sebuah prestasi.  Prof Qurais Shihab dalam tafsrinya Al-Misbah menjelaskan tentang kandungan dua ayat tersebut.

Menurutnya, isi surat tersebut sangat singkat, dan kandungannya lebih banyak berkaitan dengan sifat Tuhan Ar-rahman dan Ar-Rahim yang diagungkan oleh Nabi Sulaiman as, bahkan tidak mustahil mereka pun dalam hal ini rakyat saba mengagungkannya, walau secara yang salah.

“Di sisi lain permintaan Nabi Sulaiman as agar mereka tidak angkuh dan datang kepada beliau menyerahkan diri, lebih banyak bertujuan untuk menunjukkan kepatuhan bukan kepada beliau sebagai raja, tetapi kepada Allah seru sekali alam,” demikian pendapat Prof Qurais Shihab seperti dikutip penulis dalam tafsirnya Al-Misbah.

Sulaiman bin Daud merupakan Nabi yang diberikan mukjizat oleh Allah SWT sebuah (kerajaan) yang kekuasannya meliputi manusia, jin, dan hewan. Selain jin dan hewan yang tunduk atas izin Allah kepada Nabi Sulaiman adalah angin, hal ini terekam dalam surah Al Anbiya ayat 81 yang artinya sebagai berikut:

“Dan (Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami beri berkah padanya. Dan Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Anbiya ayat 81)

Kerajaan Nabi Sulaiman dikisahkan lengkap dalam surah An-Naml mulai ayat 14 -44. Dalam kisah ini yang paling masyhur, selain mengisahkan tentang somasi, juga tentang kuat dan besarnya kekuasaan Sulaiman, sampai-sampai penguasa negeri Saba di bawah kekuasaan Ratu Balqis bertekuk lutut kepada Sulaiman adalah kisah tentang pentingnya hadir dalam suatu mejelis musyawarah.

Pentingnya Majelis Permusyawaratan

Dan Bahkan, tunduknya Ratu Balqis kepada Sulaiman awalnya dari musyawarah. Dikisahkan, setelah menempuh suatu perjalanan melewati kelompok semut menuju majelis musyawarah, Nabi Sulaiman mengumpulkan pasukannya dari golongan manusia, jin dan hewan.

Dari majelis musyawarah itu hanya satu yang tak hadir dalam musyawarah besar (mubes) itu yakni burung hud-hud. Ketidakhadiran burung hud-hud membuat Nabi Sulaiman bertanya-tanya kepada para peserta musyawarah dari kelompok burung.

“Mengapa aku tidak melihat hud-hud Apakah ia termasuk yang tidak hadir?” tanya Nabi Sulaiman seperti dikisahkan dalam Alquran surah An-Naml ayat 20.

Begitu pentingnya hadir musyawarah, sampai-sampai Nabi Sulaiman mengeluarkan ancaman paling berat sebagai hukuman kepada burung Hud-hud yang tidak hadir dalam musyawarah. Sulaiman akan menyembelih Hud-hud jika ia tidak memberikan alasan jelas kenapa tak hadir rapat. Ancaman Sulaiman ini dikisahkan ayat 21 An-Naml.

“Pasti akanku hukum ia dengan hukuman yang berat atau aku sembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.” (QS. An-Naml ayat 21)

Tidak lama setelah itu Hud-hud datang ke majelis musyawarah yang dipimpin langsung Nabi Sulaiman sembari membawa kabar penting. Kedatangan hud-hud dikisahkan dalam ayat 22 yang artinya:

“….Aku telah mengetahui sesuatu yang belum engkau ketahui. Aku datang kepadamu dari negeri Saba membawa suatu berita yang meyakinkan.” (QS. An Naml ayat 22)

Saba merupakan nama kerajaan pada zaman dahulu, ibukotanya Ma’arib terletak di kota San’a ibukota Yaman sekarang. Di hadapan mejelis musyawarah itu burung Hud-hud melaporkan temuannya. Laporan ini terekam dalam ayat 24 sampai 26, sebagai berikut:

“Aku dapati dia menyembah matahari, bukan kepada Allah; dan setan telah menjadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka, sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah maka mereka tidak mendapat petunjuk. Mereka juga tidak menyembah Allah yang mengeluarkan apa yang terpendam dilangit dan dibumi dan yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan yang kamu nyatakan. Allah tidak ada tuhan melainkan dia, Tuhan yang mempunyai Arsy Yang Agung.” (QS. An-Naml ayat 24-26)

Mendengar laporan dari burung Hud-hud Nabi Sulaiman belum melunak, ia tidak langsung mempercayainya kabara burung itu. Nabi Sulaiman akan membuktikan bahwa temuan hudhud benar adanya ini direkam dalam ayat 27, sebagaimana berikut ini:

“Dia (Sulaiman) berkata, “Akan kami lihat, apa kamu benar, atau termasuk yang berdusta.” (QS. An-Naml ayat 27)

Kemudian, Sulaiman membuktikannya dengan memerintahkan burung hudhud kembali sekaligus untuk menyampaikan surat darinya kepada Balqis. Perintah ini diabadikan ayat 28:

“Pergilah dengan membawa suratku ini, lalu jatuhkanlah kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan.” (QS. An Naml ayat 28)

Adapun Ayat 29 sampai 35 Surat An-Naml menceritakan bagaimana Balqis membentuk sebuah majelis musyawarah. Melihat isi surat Sulaiman Balqis memutuskan untuk berdamai daripada berperang.

Balqis memutuskan dalam musyawarah itu akan membawakan Sulaiman hadiyah daripada menentangnya yang menyebabkan kebinasaan. “Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan membawa hadiah, dan aku akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh para utusan itu,” kata Ratu Balqis seperti dikisahkan ayat 35.

Musyawarah merupakan perintah Allah SWT dan sunnah para Nabi dan Rasul. Bahkan Allah Yang Maha Pencipta sebelum menciptakan manusia bermuyawarah dengan malaikat, hal ini terekam dalam Surat Al-Baqarah ayat 30:

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?…..”

Pada masanya Rasulullah Muhammad SAW adalah yang paling banyak bermusyawarah, sebelum melakukan suatu pekerjaan penting Rasulullah bermusyawarah. “Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih sering bermusyawarah dengan para sahabat dari pada Rasulullah SAW.” (HR. At-Tirmidzi)

Mukhid dalam jurnalnya dengan judul “Musyawarah dalam Persepektif Islam” mengatakan, bentuk praktik musyawarah Rasulullah ada dua. Pertama, musyawarah yang terjadi atas inisiatif Rasulullah SAW sendiri. Kedua, Musyawarah yang terjadi atas permintaan sahabat.

Pelaksanaan musyawarah atas inisiatif Rasulullah SAW, merupakan suatu bentuk pembinaan terhadap umat Islam pada masa itu. Pembinaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ini pernah terjadi ketika beliau bermusyawarah dengan para sahabatnya sebelum terjadinya perang Uhud.

Nabi ketika itu meminta kepada para pemuka kaum muslim bahkan pemuka orang-orang munafik sebagaimana dilukiskan Alquran untuk berkumpul. Nabi meminta pandangan mereka dengan berkata, “Asyiru alayya” (berikanlah pandanganmu terhadapku).

Sebelumnya, Nabi telah mengemukakan pendapatnya, kemudian setelah itu, baru Nabi meminta pendapat para sahabat. Ini adalah salah satu bentuk dari sekian cara Nabi bermusyawarah. Saat itu Nabi telah mengikutkan bermusyawarah kaum muhajirin, Anshar dan bahkan kaum yang masih ragu-ragu terhadap Islam.

Terhadap golongan yang terakhir ini, mereka diikutsertakan yang mungkin secara politis untuk mengetahui apakah mereka memiliki rasa tanggung jawab bersama.

Bentuk musyawarah yang kedua, yang dimulai oleh sahabat sendiri, di antaranya pernah terjadi pada waktu perang Badar. Ketika itu Rasulullah SAW. memerintahkan membuat kubu pertahanan di suatu tempat tertentu.

Sahabat Hubab Ibn Munzir kemudian bertanya kepada Nabi tentang tempat itu, apakah tempat yang dipilih itu berdasar wahyu sehingga tidak bisa maju ataupun mundur lagi, ataukah sekedar pendapat Rasulullah SAW.sendiri, ataukah taktik perang belaka?

Nabi SAW lalu menjawab, “Ini adalah pendapat saya dan juga sebagai taktik perang. Lalu Ibn Munzir menyarankan agar pasukan pindah ke tempat sumber air terdekat dari mereka. Akhirnya Rasulullah SAW memutuskan menerima saran Ibn Munzir karena tempat yang ditentukan oleh Nabi sebelumnya jauh dari sumber mata air.

Inilah praktik atau kusunahan musyawarah Rasulullah. Meski sebagi nabi ia tak segan menerima hasil keputusan dalam musyawarah. []

Leave a Comment