Kebakaran Los Angeles Akibat Sikap Trump Bertentangan dengan Kebijakan Thomas Jefferson

Ali Yusuf SH

Oleh Ali Yusuf Pendiri Advokat Muda Muslim Indonesia

Sikap keras Presiden Amerika (Joe Biden dan Donal Trump) terhadap warga Muslim di Gaza Palestina bertentangan dengan sikap pendiri Amerika Serikat yakni Thomas Jefferson.

Sikap kedua pimpinan Amerika terhadap warga Muslim menunjukkan mereka tidak belajar sejarah dari pendahulunya yang begitu menghargai terhadap hak-hak asasi manusia dan beragama.

Sebagai seorang pemimpin begitu penting memahami sejarah pendirian negaranya. Sehingga dengan pemahaman itu mereka bisa menentukan arah kebijakan negaranya ke depan.

Sebelum kebakaran hebat Presiden terpilih Donal Trump mengancam akan membuat hangus Gaza jika sandra-sandra Israel tidak dibebaskan. Dan kebakaran yang menghanguskan Los Angeles di Pasific Palisade, Eaton, dan Hurst, mencapai 3.127 hektar yang dikaitkan akibat pernyataan Trump yang mengancam akan membakar Gaza.

Seperti diketahui Amerika telah menghabiskan uang puluhan miliar dollar untuk melakukan genosida terhadap warga Palestina. Berdasarkan laporan yang diterbitkan Stockholm International Peace Research Institute (non-pemerintah), pada Rabu (1/1), bahwa Washington mengirimkan 50.000 ton senjata ke Israel pada periode 7 Oktober 2023 hingga Agustus 2024, termasuk rudal, presisi bom, helikopter serang dan kendaraan lapis baja.

Amerika Serikat memberi Israel bantuan militer senilai total sekitar $22 miliar dari 7 Oktober 2023 hingga Agustus 2024, dan tentara Israel menggunakannya dalam operasi militernya di Gaza, Lebanon, dan Suriah selama perang. Menurut data laporan tersebut, 69 persen impor senjata Israel dari tahun 2019 hingga 2023 berasal dari Amerika Serikat, sementara persentase tersebut meningkat menjadi 78 persen pada periode berikutnya.

Sikap Ramah Thomas Jefferson Terhadap Muslim

Genosida terhadap warga Gaza Palestina baik secara lisan dan tindakan merupakan kekerasan dalam beragama yang sikap ini ditentang pendahulunya Thomas Jeferson. Thomas Jefferso Presiden Amerika ketiga ini tidak memiliki sikap dengki terhadap warga Muslim, dia melindungi hak-hak asasi manusia termasuk warga Muslim yang minoritas di negara tersebut.

Sikap hangat Jefferson terhadap warga Muslim bisa dilihat dari statementnnya yang melarang bersikap kasar terhadap warga Muslim. Founding Father nya Nagara Amerika ini mengatakan.

Tak seorang pun dari kalangan Pagan, , Muslim, ataupun Yahudi boleh dikucilkan dari hak-hak sipil persemakmuran karena agamanya.”

Melalui statetmennya itu, Thomas memprediksi bahwa di waktu yang akan datang umat Muslim akan berkembang di negaranya. Pernyataan Thomas terbukti dengan terpilihnya Keith Ellison sebagai anggota kongres Muslim pertama di Amerika.

Prof Danise AM Spellberg, sejarawan Muslim asal Amerika mengatakan, hal ini menunjukkan gagasan tentang umat Muslim sebagai warga negara dan pejabat federal bukanlah hal baru bagi Amerika Serikat ini hal itu pertama kali dipertimbangkan pada abad ke-18. Namun, seperti yang terlihat sekarang ini ada beberapa orang yang menganggap bahwa konsep tentang seorang warga negara Muslim sebagai pejabat terpilih di Amerika bisa menjadi ancaman terhadap identitas bangsa.

Sehingga seperti terlihat dari sikap Trump dan pimpinan sebelumnya memberikan dukungan untuk menghancurkan warga muslim di Palestina. Ini menurut penulis ebagai bentuk ancaman dan penolakan terhadap warga Muslim di Amerika.

Masih menurut Prof Danise, bahwa statemen Thomas Jefferson dukungan terhadap Muslim itu terinspirasi Pilsuf asal Inggris John Locke tahun 1776. Jhon Locke merupakan Pilsuf yang menghargai hak-hak asasi manusi.

Prof Danise mengatakan bahwa pada 1765, sebelas tahun menjelang deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat Thomas Jefferson membeli Alquran. Menurutnya hal ini sebagai pertanda awal dari minatnya yang panjang terhadap Islam dari Thomas Jefferson.

Thomas begitu haus tentang pengetahuan Islam, maka dia mencari sejumlah buku tentang bahasa sejarah dan perkembangan Timur Tengah. Inisiatif memahami Islam ini dinilai menghina keimanannya, sebuah sentimen umum yang berlaku di kalangan Protestan kala itu di Inggris dan Amerika.

Selanjutnya sejak 1776 telah membayangkan kaum muslim sebagai warga negara masa depan bagi negeri barunya Amerika Serikat.