Oleh: Chandra.,S.H.,M.H. (Lawyer & Mahasiswa Doktoral)
Tulisan ini mencoba membedah Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, selanjutnya disingkat “UU Penanganan Covid-19”.
Fokus pembahasan pada frasa “bukan merupakan kerugian keuangan negara” Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Penanganan Covid-19.
Pasal 27 ayat 1 berbunyi, “Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
Pasal 27 ayat 2 berbunyi, “Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ada 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan yaitu pertama, telah diketahui secara umum di tengah menyebarnya pandemi Covid-19 harga produk kesehatan seperti masker, hand sanitizer, obat dan segala hal yang berkaitan dengan kesehatan mengalami kenaikan yang sangat tinggi.
Termasuk kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan harga. Kondisi kenaikan tersebut menurut penulis adalah wajar karena kebutuhan yang sangat tinggi sementara barang terbatas sehingga menurut hukum ekonomi saat demand (permintaan) cukup tinggi namun pasokan komoditas dari produsen (supply) sangat kecil, maka akan terjadi kenaikan harga. Sementara, ketika permintaan pasar rendah dan supply dari produsen besar, maka harga akan menurun.
Apabila Pemerintah mengeluarka kebijakan untuk belanja pengadaan barang yaitu alat, perlengkapan dan kebutuhan medis yang digunakan untuk penanganan covid-19 seperti APD, obat dan sebagainya, sementara harganya tinggi hal ini bisa saja dikatakan wajar berdasarkan doktrin ekonomi.
Kedua, dalam kondisi darurat yaitu konteks penyelamatan nyawa manusia yaitu penyelamatan kesehatan termasuk penyelamatan perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial serta pemulihan perekonomian, termasuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak. Penyelamatan nyawa manusia sangat penting sebagaimana di amanahkan oleh Konstitusi.
Terkait dengan soal unsur kerugian negara dan mens rea dalam pasal 27 ayat (1) dan (2) yang dalam khazanah delik korupsi bisa diartikan sebagai niat jahat subjek hukum untuk melakukan tindak pidana, dengan kalimat lain mens rea artinya sikap batin seseorang untuk melakukan tindak pidana.
Pengelolaan keuangan negara di masa pandemi dan darurat antara lain pelaksanaan bantuan sosial tidak bisa dikatagorikan sebagai mens rea. Pengelolaan keuangan pemerintah dalam masa-masa darurat seperti itu berkaitan dengan doktrin Freies Ermessen atau diskresioner power.
Doktrin dalam bidang pemerintahan ini intinya, dalam kondisi darurat, kondisi yang ada memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada peraturan perundang-undangan.
Dalam masa darurat, keputusan pemerintah haruslah lebih mengutamakan pencapaian tujuan atau sasarannya (doelmatigheid) daripada sesuai dengan hukum yang berlaku (rechtmatigheid).
Undang-undang No 2/2020 dapat menghilangkan adanya unsur kerugian negara dan mens rea, terutama terkait adanya pemberian bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah.
Hal itu karena yang dimaksud dengan unsur kerugian negara dan mens rea dalam hukum pidana hanyalah jika pada bentuk penyalahgunaan itu terdapat penyimpangan asas Doelgerichte (seperti pelanggaran conflict of interest) yang perbuatan pelakunya akan dikategorikan sebagai parameter negatif yang bernuansa jahat (dolus malus) yang memperkuat sifat melawan hukum (Wederrechtelijk) baik formil maupun materiel dalam ranah Hukum Pidana (Korupsi).
Demikian.